Jumat, 15 November 2013

ASPEK ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM



ASPEK ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Peradaban Islam adalah peradaban yang lahir dari Al-Qur’an dan dikembangkan oleh tradisi keilmuan Islam yang kokoh dan kuat. Ilmu pengetahuan Islam menjadi berkembang ketika keluar dari jazirah Arab. Kekuatan ilmu pengetahuan ternyata mengalahkan peradaban yang tidak berdasar wahyu. Oleh sebab itu, untuk membangun peradaban Islam di masa datang, dengan mengembangkan ilmu pengetahuan melalui tradisi intelektual Islam dimana ulama pewaris para Nabi wajib melakukan itu semua. Peradaban Islam adalah peradaban ilmu pengetahuan, tetapi ilmu pengetahuan yang dikembangkan bukan hanya sekadar yang kognitif atau rasional, tapi ilmu pengetahuan yang memiliki aspek iman dan amal.
Mengembangkan ilmu pengetahuan di dalam Islam tidak semata-mata mengembangkan rasio dan empiris; ada aspek-aspek spiritual dan supranatural sehingga apa yang ada dalam ayat-ayat kauniyah dan kauliyah bisa menyatu dalam sebuah produk yang disebut peradaban Islam; peradaban ilmu pengetahuan yang kokoh dan berbasis iman dan berkembang dalam bentuk aktivitas-aktivitas yang tulus oleh orang-orang yang berilmu dan beramal secara ikhlas.http://abuazmia.blog.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif
Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang berjihad di jalan-Nya dengan petunjuk yang harus dilalui. Orang-orang yang bisa mendapat petunjuk adalah orang-orang yang muhsinin. Al-Islam fi maqomil Ihsan. Beramal tidak mengharapkan apapun, misal, tidak harapkan jabatan dan materi.
Hubungan Islam dengan Ilmu Pengetahuan

Islam merupakan kesatuan ajaran yang utuh, yang mencakup semua aspek kehidupan manusia. Islam tidak hanya membahas apa yang wajib dikerjakan dan apa yang dilarang, tetapi juga membahas apa yang perlu diketahuinya. Dengan kata lain, Islam adalah cara berbuat dan melakukan sesuatu sekaligus sebuah cara untuk mengetahui. Dalam hal ini aspek mengetahui menjadi sangat penting sehingga antara Islam dan Ilmu Pengetahuan tidak dapat dipisahkan.
Hal ini karena secara esensial Islam adalah agama ilmu pengetahuan. Islam memandang ilmu pengetahuan sbagai cara pandang utama bagi penyelamatan jiwa dan pencapaian kebahagiaan serta kesejahteraan manusia dalam kehidupan kini dan nanti.
Bagian pertama ketika seorang masuk agama Islam dari kesaksian iman Islam adalah ucapan, “Laa ilaha illallah” (Tak ada tuhan selain Allah), merupakan sebuah pernyataan pengetahuan tentang realitas. Kalimat ini adalah pernyataan yang secara popular dikenal dalam Islam sebagai prinsip utama/ prinsip tauhid atau keesaan tuhan.
Orang Islam memandang berbagai jenis ilmu pengetahuan seperti sains, ilmu alam, ilmu sosial dan humaniora sebagai beragam bukti yang menunjukkan kebenaran bagi pernyataan yang paling fundamental dalam Islam ini.
Benturan dan ketidakcocokan antara Islam dan ilmu pengetahuan dipandang dari sisi manapun tidak akan pernah ada. Karena sesungguhnya kesadaran beragama orang Islam pada dasarnya adalah kesadaran akan Keesaan Tuhan. Semangat ilmiah tidak bertentangan dengan kesadaran religious, karena ia merupakan bagian yang terpadu dengan Keesaan Tuhan itu. Memiliki kesadaran akan Keesaan Tuhan berarti  meneguhkan bahwa kebenaran Tuhan Allah adalah satu dalam EsensiNya, dalam Nama-nama dan Sifat-Sifat-Nya, dan perbuatannya.
Konsekuensi penting dari pengukuhan kebenaran sentral ini adalah bahwa orang harus menerima realitas objektif kesatuan alam semesta. Seagai sebuah sumber ilmu pengetahuan, agama Islam bersifat empatik ketika mengatakan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini saling berkaitan dalam jaringan kesatuan alam melalui hukum-hukum kosmis yang mengatur mereka. Kosmos teriri atas berbagai berbagai tingkat realitas, bukan hanya yang fisik. Tetapi ia membentuk suatu kesatuan karena ia mesti memanifestasikan ketunggalan sumber dan asal-usul metafisikanya yang dalam agama disebut Tuhan.
Semangat ilmiah para ilmuan dan sarjana muslim pada kenyataanya mengalir dari kesadaran mereka akan tauhid. Tak diragukan bahwa, secara religius dan historis, asal-usul dan perkembanga semangat ilmiah dalam Islam berbeda dari asal usul dan perkembangan sains di Barat. Tak ada yang lebih baik dalam mengilustrasikan sumber religius semangat ilmiyah dalam Islam ini daripada fakta bahwa semangat ini pertama kali terlihat dalam ilmu-ilmu agama.
Orang-orang Islam mulai menaruh perhatian pada ilmu-ilmu alam secara serius pada abad ketiga Hijriyah atau abad ke sembilan masehi. Tetapi pada saat itu mereka telah memiliki sikap ilmiyah dan ketrangka berfikir ilmiyah, yang mereka warisi dari ilmu-ilmu agama. Semangat untuk mencari kebenaran dan objektifitas, penghormatan pada bukti empiris yang memiliki dasar yang kuat, dan pikiran yang terampil dalam pengklasifikasian merupakan sebagian ciri-ciri ilmuan muslim yang sangat luar biasa.
Kecintaan ummat muslim terlebih para ulama’dan ilmuan di zamanya pada definisi-definisi dananalitis konseptual atau semantik dengan penekanan yang besar pada kejelasan dan ketepatan logis, juga sangat nyata dalam pemikiran hukum seorang Muslim maupun dalam ilmu-ilmu yang berkaitan dengan studi atas berbagai aspek al-Qur’an, seperti limu tafsir. Dalam Islam, ilmu pengetahuan logika tak pernah dianggap berlawanan dengan keyakinan agama. Bahkan para ahli tata bahasa, yang pada awalnya menentang diperkenalkanya logika Aristoteles (Mantiq) oleh para filosof muslim seperti al-Farabi, bersikap demikian karena keyakinan bahwa logika-teologis-yuridis seperti Stoics, yang dikenal sebagai adab al-jadal atau seni berdebat sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan logika mereka.
Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
A.      Tafsir QS. Yaasin(36): 38-40
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
" Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua. tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur'an ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana. Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai berikut:

7. demi langit yang mempunyai jalan-jalan

"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (Al Qur'an, 51:7) Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain.
Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya. Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan. Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur'an diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Qur'an yang diturunkan pada saat itu: karena Al Qur'an adalah firman Allah.
Islam adalah agama fitrah dan untuk mengembalikan sesuatu sesuai ajaran Islam adalah mengembalikan sesuai dengan Kitab-Nya. Mengembalikan segala sesuatu pada fitrahnya sesuai dengan apa yang Allah ciptakan. Alam diciptakan dengan fitrah Allah, manusia juga dicptakan dengan fitrah Allah, Al-Qur’an juga adalah fitrah. Kombinasi dari tiga hal inilah yang akan menghasilkan ‘ilmun nafi’un bagi peradaban Islam dan Muslimin.

Kesimpulan pada materi ilmu ini :
 
Al Qur'an adalah firman Allah yang di dalamnya terkandung banyak sekali sisi keajaiban yang membuktikan fakta ini. Salah satunya adalah fakta bahwa sejumlah kebenaran ilmiah yang hanya mampu kita ungkap dengan teknologi abad ke-20 ternyata telah dinyatakan Al Qur'an sekitar 1400 tahun lalu. Tetapi, Al Qur'an tentu saja bukanlah kitab ilmu pengetahuan. Namun, dalam sejumlah ayatnya terdapat banyak fakta ilmiah yang dinyatakan secara sangat akurat dan benar yang baru dapat ditemukan dengan teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini belum dapat diketahui di masa Al Qur'an diwahyukan, dan ini semakin membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.




Referensi :



Nama                  : Septiani Dama Yanti
Kelas                  :  1Ea 33
Npm                    :  18213390

Tidak ada komentar:

Posting Komentar