ASPEK ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Peradaban Islam adalah peradaban yang lahir
dari Al-Qur’an dan dikembangkan oleh tradisi keilmuan Islam yang kokoh dan
kuat. Ilmu pengetahuan Islam menjadi berkembang ketika keluar dari jazirah
Arab. Kekuatan ilmu pengetahuan ternyata mengalahkan peradaban yang tidak
berdasar wahyu. Oleh sebab itu, untuk membangun peradaban Islam di masa
datang, dengan mengembangkan ilmu pengetahuan melalui tradisi intelektual
Islam dimana ulama pewaris para Nabi wajib melakukan itu semua. Peradaban
Islam adalah peradaban ilmu pengetahuan, tetapi ilmu pengetahuan yang
dikembangkan bukan hanya sekadar yang kognitif atau rasional, tapi ilmu
pengetahuan yang memiliki aspek iman dan amal.
Mengembangkan ilmu pengetahuan di dalam Islam tidak semata-mata mengembangkan rasio dan empiris; ada aspek-aspek spiritual dan supranatural sehingga apa yang ada dalam ayat-ayat kauniyah dan kauliyah bisa menyatu dalam sebuah produk yang disebut peradaban Islam; peradaban ilmu pengetahuan yang kokoh dan berbasis iman dan berkembang dalam bentuk aktivitas-aktivitas yang tulus oleh orang-orang yang berilmu dan beramal secara ikhlas.
Mengembangkan ilmu pengetahuan di dalam Islam tidak semata-mata mengembangkan rasio dan empiris; ada aspek-aspek spiritual dan supranatural sehingga apa yang ada dalam ayat-ayat kauniyah dan kauliyah bisa menyatu dalam sebuah produk yang disebut peradaban Islam; peradaban ilmu pengetahuan yang kokoh dan berbasis iman dan berkembang dalam bentuk aktivitas-aktivitas yang tulus oleh orang-orang yang berilmu dan beramal secara ikhlas.

Allah memberi petunjuk kepada orang-orang
yang berjihad di jalan-Nya dengan petunjuk yang harus
dilalui. Orang-orang yang bisa mendapat petunjuk adalah orang-orang
yang muhsinin. Al-Islam fi maqomil Ihsan. Beramal tidak
mengharapkan apapun, misal, tidak harapkan jabatan dan materi.
Hubungan Islam dengan Ilmu
Pengetahuan
Islam merupakan kesatuan
ajaran yang utuh, yang mencakup semua aspek kehidupan manusia. Islam tidak
hanya membahas apa yang wajib dikerjakan dan apa yang dilarang, tetapi juga
membahas apa yang perlu diketahuinya. Dengan kata lain, Islam adalah cara
berbuat dan melakukan sesuatu sekaligus sebuah cara untuk mengetahui. Dalam hal
ini aspek mengetahui menjadi sangat penting sehingga antara Islam dan Ilmu Pengetahuan
tidak dapat dipisahkan.
Hal ini karena secara esensial Islam adalah agama ilmu pengetahuan. Islam
memandang ilmu pengetahuan sbagai cara pandang utama bagi penyelamatan jiwa dan
pencapaian kebahagiaan serta kesejahteraan manusia dalam kehidupan kini dan
nanti.
Bagian pertama ketika seorang masuk agama Islam dari kesaksian iman Islam
adalah ucapan, “Laa ilaha illallah” (Tak ada tuhan selain
Allah), merupakan sebuah pernyataan pengetahuan tentang realitas. Kalimat ini
adalah pernyataan yang secara popular dikenal dalam Islam sebagai prinsip
utama/ prinsip tauhid atau keesaan tuhan.
Orang Islam memandang berbagai jenis ilmu pengetahuan seperti sains, ilmu
alam, ilmu sosial dan humaniora sebagai beragam bukti yang menunjukkan
kebenaran bagi pernyataan yang paling fundamental dalam Islam ini.
Benturan dan ketidakcocokan antara Islam dan
ilmu pengetahuan dipandang dari sisi manapun tidak akan pernah ada.
Karena sesungguhnya kesadaran beragama orang Islam pada dasarnya adalah
kesadaran akan Keesaan Tuhan. Semangat ilmiah tidak bertentangan dengan
kesadaran religious, karena ia merupakan bagian yang terpadu dengan Keesaan
Tuhan itu. Memiliki kesadaran akan Keesaan Tuhan berarti meneguhkan bahwa
kebenaran Tuhan Allah adalah satu dalam EsensiNya, dalam Nama-nama dan
Sifat-Sifat-Nya, dan perbuatannya.
Konsekuensi penting dari pengukuhan kebenaran sentral ini adalah bahwa
orang harus menerima realitas objektif kesatuan alam semesta. Seagai sebuah
sumber ilmu pengetahuan, agama Islam bersifat empatik ketika mengatakan bahwa
segala sesuatu di alam semesta ini saling berkaitan dalam jaringan kesatuan
alam melalui hukum-hukum kosmis yang mengatur mereka. Kosmos teriri atas
berbagai berbagai tingkat realitas, bukan hanya yang fisik. Tetapi ia membentuk
suatu kesatuan karena ia mesti memanifestasikan ketunggalan sumber dan
asal-usul metafisikanya yang dalam agama disebut Tuhan.
Semangat ilmiah para ilmuan dan sarjana muslim pada kenyataanya mengalir
dari kesadaran mereka akan tauhid. Tak diragukan bahwa, secara religius dan
historis, asal-usul dan perkembanga semangat ilmiah dalam Islam berbeda dari
asal usul dan perkembangan sains di Barat. Tak ada yang lebih baik dalam
mengilustrasikan sumber religius semangat ilmiyah dalam Islam ini daripada
fakta bahwa semangat ini pertama kali terlihat dalam ilmu-ilmu agama.
Orang-orang Islam mulai menaruh perhatian pada ilmu-ilmu alam secara serius
pada abad ketiga Hijriyah atau abad ke sembilan masehi. Tetapi pada saat itu
mereka telah memiliki sikap ilmiyah dan ketrangka berfikir ilmiyah, yang mereka
warisi dari ilmu-ilmu agama. Semangat untuk mencari kebenaran dan objektifitas,
penghormatan pada bukti empiris yang memiliki dasar yang kuat, dan pikiran yang
terampil dalam pengklasifikasian merupakan sebagian ciri-ciri ilmuan muslim
yang sangat luar biasa.
Kecintaan ummat muslim terlebih para
ulama’dan ilmuan di zamanya pada definisi-definisi dananalitis konseptual atau
semantik dengan penekanan yang besar pada kejelasan dan ketepatan logis, juga
sangat nyata dalam pemikiran hukum seorang Muslim maupun dalam ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan studi atas berbagai aspek al-Qur’an, seperti limu tafsir. Dalam Islam, ilmu pengetahuan logika tak pernah dianggap berlawanan dengan
keyakinan agama. Bahkan para ahli tata bahasa, yang pada awalnya
menentang diperkenalkanya logika Aristoteles (Mantiq) oleh para filosof muslim
seperti al-Farabi, bersikap demikian karena keyakinan bahwa
logika-teologis-yuridis seperti Stoics, yang dikenal sebagai adab al-jadal atau
seni berdebat sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan logika mereka.
Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
A. Tafsir QS. Yaasin(36): 38-40
Tatkala merujuk kepada matahari dan
bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit
atau garis edar tertentu.
" Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha
Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah,
sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai
bentuk tandan yang tua. tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan
malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis
edarnya.”
Fakta-fakta yang disampaikan dalam
Al Qur'an ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita.
Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan
luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah
garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang
lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan
satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini.
Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa
yang terencana. Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis
edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
“7. demi
langit yang mempunyai jalan-jalan”
"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (Al Qur'an,
51:7) Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing
terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai
planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda
langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan
sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang"
sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama
dengan yang lain.
Selain itu, sejumlah komet juga
bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya. Garis edar di
alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun
berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung
dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini
memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah
teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari
bagian-bagiannya saling bersentuhan. Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur'an
diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih
untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan
fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan
secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar"
sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan
secara terbuka kepada kita dalam Al Qur'an yang diturunkan pada saat itu:
karena Al Qur'an adalah firman Allah.
Islam adalah agama fitrah dan untuk mengembalikan
sesuatu sesuai ajaran Islam adalah mengembalikan sesuai
dengan Kitab-Nya. Mengembalikan segala sesuatu pada fitrahnya sesuai
dengan apa yang Allah ciptakan. Alam diciptakan dengan fitrah Allah,
manusia juga dicptakan dengan fitrah Allah, Al-Qur’an juga adalah fitrah.
Kombinasi dari tiga hal inilah yang akan menghasilkan ‘ilmun nafi’un bagi
peradaban Islam dan Muslimin.
Al Qur'an adalah firman Allah yang di dalamnya terkandung banyak sekali
sisi keajaiban yang membuktikan fakta ini. Salah satunya adalah fakta bahwa
sejumlah kebenaran ilmiah yang hanya mampu kita ungkap dengan teknologi abad
ke-20 ternyata telah dinyatakan Al Qur'an sekitar 1400 tahun lalu. Tetapi, Al
Qur'an tentu saja bukanlah kitab ilmu pengetahuan. Namun, dalam sejumlah
ayatnya terdapat banyak fakta ilmiah yang dinyatakan secara sangat akurat dan
benar yang baru dapat ditemukan dengan teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini
belum dapat diketahui di masa Al Qur'an diwahyukan, dan ini semakin membuktikan
bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.
Referensi :
Nama : Septiani Dama Yanti
Kelas : 1Ea 33
Npm : 18213390
Tidak ada komentar:
Posting Komentar